Ummu Sulaim “Pemilik Mahar Termulia”
Oleh: Ustadzah Gustini Ramadhani
Rosululloh bersabda:
Ketika aku memasuki surga, aku mendengar suara langkah kaki, lalu aku bertanya: “Siapa itu?” Malaikat menjawab: “Itu Ghumaisho’ binti Milhan, ibunda Anas bin Malik.” (HR. Muslim: 4494)
Nama aslinya adalah Ghumaisho’ dan juga dipanggil dengan Rumaisho’
binti Milhan dari kaum Anshor, atau yang lebih dikenal dengan kunyahnya
yaitu Ummu Sulaim . Ia adalah sosok wanita yang selalu dekat dengan
Rosululloh.
Sungguh besar sekali rasa ghibthoh(1) Ghumaisho’ binti Milhan saat
melihat orang-orang menyambut kedatangan Rosululloh yang hijrah dari
Makkah tiba di Madinah. Mereka menemui beliau dengan membawa hadiah
sebagai ucapan selamat datang. Ia berpikir apa yang akan ia hadiahkan
kepada Rosululloh, sedangkan ia tidak memiliki harta yang dapat
dihadiahkan, sebab ia hanya seorang janda miskin yang ditinggal mati
suaminya. Suaminya hanya meninggalkan untuknya seorang putra, … sampai
di sini pikiran Ghumaisho’ tersentak, sadar bahwa ternyata ia memiliki
sesuatu yang sangat berharga. Ya, …seorang putra! Ia berpikir mengapa
tidak ia hadiahkan saja putranya, Anas, yang sedari kecil telah
Rosululloh talqinkan dua kalimat syahadat kepadanya, sehingga membuat
suaminya, Malik bin Nadhor, yang musyrik menjadi marah dan menghardiknya
(seraya berkata): “Jangan engkau hancurkan kehidupan anakku!” Ummu
Sulaim membantah: “ Justru sebaliknya, saya menyelamatkannya.”
____________________________________________________________
(1)“ Ghibthoh adalah perasaan iri terhadap orang lain dalam
berbuat kebaikan dan amal sholih. Iri seperti ini dibolehkan dalam
agama. (lihat Shohih Bukhori hadits no. 73 dalam Kitabul Ilmi).
Semenjak itulah suaminya pergi meninggalkannya sampai ia meninggal di negeri Syam.
Dengan menggandeng Anas kecil, Ummu Sulaim menuju kediaman
Rosululloh. Tatkala bertemu dengan Rosululloh, Ummu Sulaim mengucapkan
salam dan ucapan selamat datang, lalu ia berkata:
“Wahai Rosululloh,
semua orang Anshor, laki-laki dan perempuan telah memberimu hadiah,
sedangkan aku tidak mempunyai sesuatu yang berharga untuk kuhadiahkan
kepadamu selain putraku ini. Ambillah ia menjadi pelayanmu.” Rosululloh
memandang Anas dengan kasih sayang dan dengan lembut sembari mengelus
rambutnya. Beliau menerima Anas yang baru berumur sepuluh tahun itu
dengan gembira.
Sebagai janda yang cantik, cerdas dan baik akhlaknya, tidak heran
bila Ummu Sulaim menjadi janda kembang yang menjadi incaran para lelaki.
Abu Tholhah (Zaid bin Sahal) ketika mendengar bahwa Ummu Sulaim telah
menjadi janda, ia langsung mendatanginya untuk melamarnya menjadi istri.
Ia khawatir ada orang lain yang mendahuluinya. Namun, impiannya untuk
menjadikannya sebagai istri melayang terbawa angan-angan. Ia yakin Ummu
Sulaim tak akan menolaknya karena ia adalah seorang bangsawan yang kaya
raya, di samping itu ia juga seorang ksatria mumpuni dan ahli memanah.
Dengan tekad yang bulat, Abu Tholhah menemui Ummu Sulaim di rumahnya,
lalu dengan sopan ia meminta izin masuk. Di rumah itu ia disambut oleh
Ummu Sulaim dan putranya, Anas.
Tidak lama setelah itu, ia langsung
mengajukan lamaran, lantas Ummu Sulaim pun menjawab: “Orang sepertimu
tak mungkin ditolak, hanya saja saya tidak boleh menikah dengan orang
kafir.”
Abu Tholhah mengira bahwa Ummu Sulaim hanya mencari alasan saja dan
telah ada lelaki lain yang lebih kaya atau lebih terhormat darinya yang
lebih dahulu melamarnya. Lalu ia berkata kepadanya: “Apa alasanmu tidak
menerima pinanganku? Apa kamu ingin emas dan perak?” Ummu Sulaim
bertanya keheranan: “Emas dan perak?” Abu Tholhah menjawab: “Benar.”
Ummu Sulaim berkata: “Sama sekali bukan karena itu. Demi Alloh, jika
engkau mau masuk Islam maka aku rela menjadi istrimu, dan ke-Islamanmu
menjadi mahar bagiku, bukan emas dan perak.”
Ketika mendengar ucapan Ummu Sulaim, seketika itu Abu Tholhah
teringat berhalanya yang terbuat dari kayu yang biasa ia sembah di
rumah. Ummu Sulaim tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, lantas ia
berkata: “Wahai Abu Tholhah, apakah engkau tidak tahu bahwa Ilah yang
engkau sembah selain Alloh itu hanyalah sekedar kayu yang tumbuh dari
bumi?” Ia menjawab: “Benar.” Ummu Sulaim melanjutkan: “Apakah engkau
tidak merasa malu menyembah sebatang kayu yang engkau jadikan sebagai
Ilah, sedang orang lain menjadikannya sebagai kayu bakar untuk
menghangatkan badan atau memasak roti. Wahai Abu Tholhah, jika engkau
masuk Islam, aku akan rela menjadi istrimu dan aku tidak menginginkan
mahar selainnya.” Abu Tholhah terdiam sejenak, lalu berkata: “Bagaimana
caranya?” Ia menjawab: “Dengan mengucapkan: Asyhadu Allaa Ilaaha
Illalloh wa Anna Muhammadan Rosululloh.” Dengan dua kalimat syahadat
itulah, akhirnya Abu Tholhah menikahi Ummu Sulaim, yang mana tak ada
mahar yang paling mulia dari mahar Ummu Sulaim.
Rumah Ummu Sulaim adalah satu-satunya tempat yang dimasuki Rosululloh
selain rumah istri-istri beliau. Pernah ditanyakan kepada Rosululloh
mengapa beliau sering berkunjung ke rumah Ummu Sulaim, maka beliau
menjawab: “Aku kasihan kepadanya karena saudaranya(2) terbunuh
bersamaku.” Suatu kali, ketika ia datang berkunjung, beliau melihat
putra Abu Tholhah yang bergelar Abu Umair sedang bersedih. Lantas beliau
bertanya kepada Ummu Sulaim: “Mengapa Abu Umair bermuka masam?” Ummu
Sulaim menjawab: “Karena burungnya yang bernama Nughoir mati.” Kemudian
Rosululloh menemuinya dan berkata: “Wahai Abu Umair, apa yang terjadi
pada Nughoir?”(3)
_________________________________
(2). Yaitu Harom bin Milhan yang terbunuh di sumur Ma’unah.
(3) Dalam pertanyaan Rosululloh kepada Abu Umair ini terdapat
penjelasan bagi kita tentang bagaimana sifat kasih sayang Rosululloh.
Beliau sebagai manusia yang paling mulia juga bercengkrama dengan
anak-anak. Lalu bagaimana dengan kita?
Setelah kejadian itu, Abu Umair jatuh sakit. Ketika Abu Tholhah tidak
di rumah, anak kesayangannya itu meninggal. Kemudian Ummu Sulaim
memandikan dan mengafaninya, lalu menutupinya dengan kain. Kemudian
berkata kepada keluarganya: “Jangan kalian beritahukan kepada Abu
Tholhah, biarlah aku sendiri yang mengabarinya.”
Ketika Abu Tholhah datang, Ummu Sulaim memakai wewangian dan berhias,
lalu menghidangkan makan malam. Setelah makan, Abu Tholhah bertanya
kepada Ummu Sulaim: “Bagaimana keadaan Abu Umair?” Ia menjawab: “Ia
telah tenang sekarang.” Setelah itu, Abu Tholhah menggauli istrinya.
Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata: “Wahai Abu Tholhah, bagaimana
pendapatmu bila satu keluarga dipinjami sebuah titipan, lalu pemiliknya
memintanya kembali, apakah mereka harus mengembalikannya atau
mempertahankan?” Abu Tholhah menjawab: “Mereka harus mengembalikannya.”
Ummu Sulaim
berkata: “Abu Umair telah meninggal, maka bersabarlah.”
Dengan marah Abu Tholhah menghadap Rosululloh dan menceritakan semua
kejadian itu.
Lalu Rosululloh berkata: “Semoga Alloh memberkahi malam
kalian.”
Setelah itu Ummu Sulaim hamil dan melahirkan seorang bayi
laki-laki. Kemudian Anas membawanya kepada Rosululloh, lalu Rosululloh
mentahniknya dengan kurma, dan dengan lahapnya bayi itu mengulum kurma
yang dimasukkan ke mulutnya. Rosululloh berkata: “Perhatikanlah,
bagaimana sukanya kaum Anshor terhadap kurma.”
Beliau kemudian menamainya Abdulloh, dan tidak ada generasi Anshor
yang lebih bagus darinya. Diriwayatkan bahwa Abdulloh bin Tholhah
mempunyai tujuh orang anak laki-laki yang semuanya hafal al-Quran.
Dalam hal keberanian, Ummu Sulaim juga memiliki peran yang sangat
mengagumkan. Ketika terjadi Perang Hunain, ia keluar membawa sebilah
belati. Lalu Abu Tholhah mengadukan hal itu kepada Rosululloh: “Wahai
Rosululloh, Ummu Sulaim membawa belati.” Mendengar itu, Ummu Sulaim
langsung berdalih:
“Wahai Rosululloh, aku membawanya bila ada orang
musyrik yang mendekatiku, maka aku akan membelek isi perutnya.”
Semoga Alloh meridhoi Ummu Sulaim, Ghumaisho’ binti Milhan .
Referensi:
1. Siyaru A’laamin Nubalaa
2. Al-ishobah fi Ma’rifat Ash-haab
3. Sifatus Shofwah
4. Suwarun min Hayaat ash-Shohaabah
Sumber: al-Mawaddah Edisi 04 Tahun 2
Sayidatina Aisyah Radhiallahu ‘anha berkata:
"Wahai kaum wanita! seandainya kamu mengerti kewajiban terhadap suamimu, tentu seorang isteri daripada kamu bertindak akan menyapu debu dari telapak kaki suaminya dengan sebahagian mukanya."
Mentaati suami merupakan persoalan penting kepada isteri selepas mentaati Allah dan Rasul. Ia adalah saluran menuju taqwa kerana disitulah peluang untuknya bermujahadah, melawan segala perasaan letih, jemu, geram, marah, kecewa dan sedih ketika berlaku pertembungan di antara kehendak suami dan kehendak isteri.
Seorang isteri yang solehah akan merasa bahagia apabila dapat mentaati, melayan suami dan menimbulkan kegembirannya hingga suami terhibur. Kerana baginya menghiburkan hati suami bererti membangunkan syurga di akhirat.
Oleh itu dia merasa amat beruntung kerana peluang itu Allah kurniakan buatnya. Lantas suami tidak hanya diberi layanan yang istimewa sewaktu baru melangkah ke gerbang pernikahan atau di saat cinta masih segar dan hangat atau ketika suami masih berupaya dari segi rupa, harta, pengaruh atau tenaga sahaja. ..
Nota Ummi:
Allahu Akbar...
.seorang isteri yang solehah pasti taat dan patuh kepada suaminya..
Ketaatan pada suami perlukan mujahadah dan kesabaran yang tinggi sebenarnya..
Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang bermaksud : "Kalau boleh aku
menyuruh seseorang supaya sujud kepada orang lain, nescaya aku menyuruh isteri
supaya sujud kepada suaminya." (Riwayat Tirmidzi)
Allahu Rabbi...
sungguh ketaatan pada suami itu adalah perintah Allah...
Ya Allah..
bantulah kami hambaMu yang lemah dan penuh dosa ini....
No comments:
Post a Comment